I am happy
to join with you today in what will go down in history as the greatest
demonstration for freedom in the history of our nation.
Saya bahagia bisa bergabung bersama kalian
saat ini pada apa yang akan menjadi sejarah kita sebagai demonstrasi terbesar
untuk menggapai kemerdekaan dalam sejarah negara kita.
Five score
years ago, a great American, in whose symbolic shadow we stand signed the
Emancipation Proclamation. This momentous decree came as a great beacon light
of hope to millions of Negro slaves who had been seared in the flames of
withering injustice. It came as a joyous daybreak to end the long night of
captivity.
Seratus tahun lalu, seorang tokoh
Amerika (Abraham Lincoln, 1863) yang kita kagumi telah menandatangani
proklamasi emansipasi. Keputusan penting ini laksana cahaya harapan yang terang
benderang bagi jutaan budak kulit hitam
yang telah terpanggang dalam api kehinaan dan ketidakadilan. Peristiwa itu
menjadi fajar yang menggembirakan dan mengakhiri malam panjang mereka yang
terpasung.
But one
hundred years later, we must face the tragic fact that the Negro is still not
free. One hundred years later, the life of the Negro is still sadly crippled by
the manacles of segregation and the chains of discrimination. One hundred years
later, the Negro lives on a lonely island of poverty in the midst of a vast
ocean of material prosperity. One hundred years later, the Negro is still
languishing in the corners of American society and finds himself an exile in
his own land. So we have come here today to dramatize an appalling condition.
Namun seratus tahun setelah
peristiwa itu, Kita harus menghadapi kenyataan tragis bahwa orang kulit hitam
masih belum merdeka. Seratus tahun kemudian, kehidupan orang kulit hitam masih
menyedihkan, dilumpuhkan oleh borgol-borgol pemisah dan rantai-rantai
diskriminasi. Seratus tahun kemudian, orang kulit hitam hidup miskin dan kesepian di sebuah pulau penuh
dengan lautan kekayaan materi. Seratus tahun kemudian, orang kulit hitam masih
tidak berdaya di lingkungan masyarakat Amerika dan mereka menemukan diri mereka
terasing di tanah airnya. Hari ini kita datang untuk mendramatisasikan sebuah
kondisi yang mengerikan.
In a sense
we have come to our nation's capital to cash a check. When the architects of
our republic wrote the magnificent words of the Constitution and the
Declaration of Independence, they were signing a promissory note to which every
American was to fall heir. This note was a promise that all men would be
guaranteed the inalienable rights of life, liberty, and the pursuit of
happiness.
Dengan penuh kesadaran kita datang
ke ibu kota negara untuk mencairkan sebuah cek. Saat para pemeimpin negara
menuliskan kata-kata yang menakjubkan pada konstitusi negara dan deklarasi
kemerdekaan, mereka menandatangani sebuah perjanjian utang dimana semua warga
Amerika adalah para pewarisnya. Catatan ini adalah sebuah janji bahwa semua warga
negara akan dijamin dan memiliki hak-hak yang tidak dapat dicabut, yaitu hak
akan hidup, kemerdekaan serta hak menggapai kebahagiaan.
It is
obvious today that America has defaulted on this promissory note insofar as her
citizens of color are concerned. Instead of honoring this sacred obligation,
America has given the Negro people a bad check which has come back marked
"insufficient funds." But we refuse to believe that the bank of
justice is bankrupt. We refuse to believe that there are insufficient funds in
the great vaults of opportunity of this nation. So we have come to cash this
check -- a check that will give us upon demand the riches of freedom and the
security of justice. We have also come to this hallowed spot to remind America
of the fierce urgency of now. This is no time to engage in the luxury of
cooling off or to take the tranquilizing drug of gradualism. Now is the time to
rise from the dark and desolate valley of segregation to the sunlit path of
racial justice. Now is the time to open the doors of opportunity to all of
God's children. Now is the time to lift our nation from the quick sands of
racial injustice to the solid rock of brotherhood.
Jelas sekali terlihat bahwa saat ini
Amerika telah gagal melaksanakan surat perjanjian tersebut karena sejauh ini masih
membeda-bedakan warna kulit penduduknya. Bukannya menghormati perjanjian yang
mulia ini, Amerika justru memberi sebuah cek yang salah untuk warga kulit hitam
yang kemudian dikembalikan dengan tulisan “dana tidak mencukupi”. Tapi kita
menolak untuk percaya bahwa bank keadilan telah bangkrut. Kita tidak percaya
bahwa tidak ada dana yang mencukupi dalam kubah besar peluang negara ini
menjadi merdeka. Kita datang untuk mencairkan cek ini – sebuah cek yang akan
mengabulkan permintaan kita memperoleh kekayaan kemerdekaan dan rasa aman akan
keadilan. Kami datang ke tempat suci ini untuk mengingatkan Amerika sangat
pentingnya saat ini. Saat ini bukanlah waktunya untuk terlibat dalam masa
tenang yang penuh dengan kemewahan dan juga bukan waktu untuk mengkonsumsi obat
penenang secara berlebihan. Saat ini adalah masa untuk bangkit dari lembah gelapan
dan terisolasi menuju jalan terang keadilan rasial. Sekarang adalah saatnya
untuk membuka pintu-pintu kesempatan bagi semua anak-anak Tuhan. Sekarang
adalah saatnya mengangkat negara kita dari pasir hisap ketidakadilan rasial
menuju tanah bebatuan persaudaraan.
It would
be fatal for the nation to overlook the urgency of the moment and to
underestimate the determination of the Negro. This sweltering summer of the Negro's
legitimate discontent will not pass until there is an invigorating autumn of
freedom and equality. Nineteen sixty-three is not an end, but a beginning.
Those who hope that the Negro needed to blow off steam and will now be content
will have a rude awakening if the nation returns to business as usual. There
will be neither rest nor tranquility in America until the Negro is granted his
citizenship rights. The whirlwinds of revolt will continue to shake the
foundations of our nation until the bright day of justice emerges.
Akan berakibat fatal bagi negara
jika mengabaikan pentingnya saat ini, dan meremehkan ketetapan hati dari para
orang kulit hitam. Ketidakpuasan kaum kulit hitam ibarat musim panas yang terik
dan tidak akan berakhir hingga tibanya musim gugur yang menyegarkan berupa kebebasan
dan persamaan. Tahun 1963 bukanlah sebuah akhir tetapi merupakan sebuah awal.
Saat ini para pihak yang berharap orang kulit hitam mengeluarkan isi hatinya
akan merasa puas dan mereka akan memberontak jika negara kembali seperti
semula. Tidak akan ada istirahat ataupun ketenangan di Amerika hingga orang-orang
kulit hitam dijamin hak-hak kewarganegaraannya. Angin puyuh pemberontakan akan
terus mengguncang pondasi negara kita hingga munculnya hari terang dengan
keadilan.
But there
is something that I must say to my people who stand on the warm threshold which
leads into the palace of justice. In the process of gaining our rightful place
we must not be guilty of wrongful deeds. Let us not seek to satisfy our thirst
for freedom by drinking from the cup of bitterness and hatred.
Tapi ada sesuatu yang harus saya sampaikan
pada teman-teman saya yang terus berjuang menuju istana keadilan. Dalam proses
memperoleh tempat kita yang tepat, kita tidak boleh salah ataupun melakukan
kesalahan. Janganlah kita berusaha memuaskan dahaga kita akan kemerdekaan
dengan meminum dari cangkir yang penuh dengan kepahitan dan kebencian.
We must
forever conduct our struggle on the high plane of dignity and discipline. We
must not allow our creative protest to degenerate into physical violence. Again
and again we must rise to the majestic heights of meeting physical force with
soul force. The marvelous new militancy which has engulfed the Negro community
must not lead us to distrust of all white people, for many of our white
brothers, as evidenced by their presence here today, have come to realize that
their destiny is tied up with our destiny and their freedom is inextricably
bound to our freedom. We cannot walk alone.
Kita harus selamanya mengarahkan
perjuangan kita pada memuncaknya martabat dan kedisiplinan. Kita tidak boleh
membiarkan protest kreatif kita berubah menjadi kejahatan fisik. Lagi dan lagi
kita harus bangkit dari majelis tinggi kekuatan fisik menuju kekuatan
jiwa. Militan baru yang menakjubkan dan
tengah melanda komunitas warga kulit hitam seharusnya tidak membimbing kita untuk
merusak semua orang kulit putih, karena banyak saudara kulit putih kita yang
datang untuk menyadari bahwa tujuan mereka terikat dengan tujuan kita , dan
kemerdekaan mereka juga terikat dengan kemerdekaan kita. Kita tidak dapat
berdiri sendiri.
And as we
walk, we must make the pledge that we shall march ahead. We cannot turn back.
There are those who are asking the devotees of civil rights, "When will
you be satisfied?" We can never be satisfied as long as our bodies, heavy
with the fatigue of travel, cannot gain lodging in the motels of the highways
and the hotels of the cities. We cannot be satisfied as long as the Negro's
basic mobility is from a smaller ghetto to a larger one. We can never be
satisfied as long as a Negro in Mississippi cannot vote and a Negro in New York
believes he has nothing for which to vote. No, no, we are not satisfied, and we
will not be satisfied until justice rolls down like waters and righteousness
like a mighty stream.
Dan saat kita berjalan, kita harus
membuat janji bahwa kita akan berbaris ke depan. Kita tidak boleh kembali
pulang. Adalah orang-orang yang meminta hak untuk memberikan suara, “Kapan
kalian akan merasa puas?” Kami tidak akan pernah merasa puas selama tubuh kami
terasa berat karena nyeri perjalanan, karena kami tidak dapat beristirahat di
motel-motel yang dekat dengan jalanraya ataupun di hotel-hotel yang terletak di
kota. Kami tidak bisa merasa puas selama mobilitas dasar orang kulit hitam
hanya dari ghetto yang lebih kecil menuju yang lebih besar. Kami tidak akan
bisa merasa puas selama orang kulit hitam di Misisipi tidak bisa memberikan
suara dan seorang kulit hitam di Amerikatidak memiliki apa pun tuntuk dipilih.
Tidak, tidak, kami tidak merasa puas, dan kami tidak akan merasa puas hingga
keadilan dapat mengalir seperti air dan kebenaran laksana arus yang deras.
I am not
unmindful that some of you have come here out of great trials and tribulations.
Some of you have come fresh from narrow cells. Some of you have come from areas
where your quest for freedom left you battered by the storms of persecution and
staggered by the winds of police brutality. You have been the veterans of
creative suffering. Continue to work with the faith that unearned suffering is
redemptive.
Saya menghargai bahwa beberapa dari
kalian datang ke tempat ini untuk mengeluarkan diri dari cobaan besar dan
kesengsaraan. Beberapa dari kalian baru saja berasal dari sel sempit. Beberapa
dari kalian datang dari wilayah dimana pencarian kalian untuk memperoleh
kemerdekaan membuatmu babak belur teraniaya oleh badai dan terhuyung oleh angin
kebrutalan polisi. Kalian adalah para pejuang dari penderitaan yang kreatif.
Terus bekerja dengan keyakinan bahwa penderitaan yang diterima di awal adalah
sebagai tebusan.
Go back to
Mississippi, go back to Alabama, go back to Georgia, go back to Louisiana, go
back to the slums and ghettos of our northern cities, knowing that somehow this
situation can and will be changed. Let us not wallow in the valley of despair.
Kembalilah ke Mississippi,
kembalilah ke Alabama, kembalilah ke Georgia, kembalilah ke Lousiana,
kembalilah ke daerah-daerah kumuh dan ghetto-ghetto yang ada di utara kota,
menyadari bahwa pada suatu saat situasi ini kan berubah. Janganlah kita
terjatuh dalam lembah keputusasaan.
I say to
you today, my friends, that in spite of the difficulties and frustrations of
the moment, I still have a dream. It is a dream deeply rooted in the American
dream.
Hari ini saya berkata pada kalian,
teman-temanku, terlepas dari kesulitan dan rasa frustasi saat ini, saya masih
memiliki sebuah impian. Ini adalah mimpi yang berakar dari mimpi orang Amerika.
I have a
dream that one day this nation will rise up and live out the true meaning of
its creed: "We hold these truths to be self-evident: that all men are
created equal."
Saya memiliki sebuah mimpi bahwa
suatu saat, negara ini akan bangkit dan menjalankan arti yang sebenarnya (dari
perjanjian proklamasi emansipasi):“Kita memegang teguh kepercayaan ini sebagai
bukti: bahwa semua manusia diciptakan sama”.
I have a
dream that one day on the red hills of Georgia the sons of former slaves and
the sons of former slave owners will be able to sit down together at a table of
brotherhood.
Saya memiliki sebuah mimpi bahwa
pada suatu hari di Red Hills Georgia, para anak budak dan para anak majikannya
dapat duduk secara bersama-sama di sebuah meja persaudaraan.
I have a
dream that one day even the state of Mississippi, a desert state, sweltering
with the heat of injustice and oppression, will be transformed into an oasis of
freedom and justice.
Saya memiliki sebuah mimpi bahwa
suatu hari negara Mississippi, negara gurun pasir, yang terik dengan panas
ketidakadilan dan penindasan, akan berubah menjadi sebuah oasis kemerdekaan dan
keadilan.
I have a
dream that my four children will one day live in a nation where they will not
be judged by the color of their skin but by the content of their character.
Saya memiliki mimpi bahwa pada suatu
hari keempat anak saya akan tinggal di sebuah negara dimana mereka tidak
dihakimi berdasarkan warna kulit mereka tetapi berdasarkan karakter mereka.
I have a
dream today.
I have a dream
that one day the state of Alabama, whose governor's lips are presently dripping
with the words of interposition and nullification, will be transformed into a
situation where little black boys and black girls will be able to join hands
with little white boys and white girls and walk together as sisters and
brothers.
Saya memiliki sebuah mimpi sekarang
Saya memiliki sebuah mimpi bahwa
suatu hari, negara bagian Alabama, yang dari bibir gubernur kotanya mengalir
kata-kata yang penuh celaan dan penghinaan, akan berubah menjadi sebuah situasi
dimana lelaki kecil kulit hitam dan perempuan kecil kulit hitam akan dapat
bergandengan tangan dengan anak laki-laki kulit putih dan anak perempuan kulit
putih, dan mereka berjalan bersama-sama sebagaimana saudara laki-laki dan
perempuan.
I have a
dream today.
I have a
dream that one day every valley shall be exalted, every hill and mountain shall
be made low, the rough places will be made plain, and the crooked places will
be made straight, and the glory of the Lord shall be revealed, and all flesh
shall see it together.
Saya memiliki sebuah mimpi saat ini
Saya memiliki sebuah mimpi bahwa
suatu hari, setiap lembah akan dimuliakan, setiap bukit dan gunung akan dibuat
rendah, tempat yang kacau akan dibuat bersih, dan tempat yang bengkok akan
dibuat lurus, dan kebesaran Tuhan akan diungkapkan, dan semua manusia akan
melihatnya bersama-sama.
This is
our hope. This is the faith with which I return to the South. With this faith
we will be able to hew out of the mountain of despair a stone of hope. With
this faith we will be able to transform the jangling discords of our nation
into a beautiful symphony of brotherhood. With this faith we will be able to
work together, to pray together, to struggle together, to go to jail together,
to stand up for freedom together, knowing that we will be free one day.
Inilah mimpi kita. Inilah keyakinan
yang membuat saya kembali ke Selatan. Dengan keyakinan ini akan akan merambah
pengunungan keputusasaan dengan sebuah batu harapan. Dengan keyakinan ini kami
akan dapat mengubah dentingan perselisihan menjadi sebuah simponi persaudaraan
yang indah. Dengan keyakinan ini kita akan dapat bekerja bersama-sama berdoa
bersama-sama, berjuang bersama-sama, masuk ke penjara bersama-sama,
memperjuangkan kemerdekaan secara bersama-sama, menyadari bahwa kami akan
merdeka pada suatu hari nanti.
This will
be the day when all of God's children will be able to sing with a new meaning,
"My country, 'tis of thee, sweet land of liberty, of thee I sing. Land
where my fathers died, land of the pilgrim's pride, from every mountainside,
let freedom ring."
Inilah hari ketika semua anak-anak
Tuhan dapat bernyanyi bersama-sama dengan makna baru, “Negaraku, padamu, negara
merdeka, yang aku nyanyikan. Tanah dimana ayahku meinggal, tanah yang menjadi
kebanggaan para pendatang, yang datang dari berbagai sisi pegunungan, biarkan
kebebasan bordering.”
And if
America is to be a great nation this must become true. So let freedom ring from
the prodigious hilltops of New Hampshire. Let freedom ring from the mighty
mountains of New York. Let freedom ring from the heightening Alleghenies of
Pennsylvania!
Dan jika Amerika menjadi negara
besar hal ini harus nyata. Jadi biarkan kebebasan berkumandang dari puncak
bukit New Hampshire yang luar biasa. Biarkan kebebasan berkumandang dari
pegunungan NewYork yang besar. Biarkan kebebasan berkumandang dari ketinggian
Alleghenies Pennsylvania!
Let
freedom ring from the snowcapped Rockies of Colorado!
Biarkan kebebasan berkumandang dari
pegunungan salju Rockies di Colorada
Let
freedom ring from the curvaceous slopes of California!
Biarkan kebebasan berkumandang dari
lereng pegunungan Rockies Colorado.
But not
only that; let freedom ring from Stone Mountain of Georgia!
Bukan hanya itu; biarkan kebebasan
berkumanadang dari Pengunungan Batu Georgia!
Let
freedom ring from Lookout Mountain of Tennessee!
Biarkan kebebasan berkumanadang dari
menara pandang pengunungan di Tennessee
Let
freedom ring from every hill and molehill of Mississippi. From every
mountainside, let freedom ring.
Biarkan kebebasan berkumandang dari
setiap bukit dan lembah di Mississippi. Dari setiap celah gunung, biarkan
kebebasan bordering.
And when
this happens, when we allow freedom to ring, when we let it ring from every
village and every hamlet, from every state and every city, we will be able to
speed up that day when all of God's children, black men and white men, Jews and
Gentiles, Protestants and Catholics, will be able to join hands and sing in the
words of the old Negro spiritual, "Free at last! free at last! thank God
Almighty, we are free at last!"
Dan saat ini terjadi,
ketika kita mengijinkan kemerdekaan untuk berkumandang, ketika kita membiarkan
kebebasan berkumandang dari setiap desa dan setiap dusun, dari setiap negara
dan kota, kita akan dapat mempercepat hari dimana semua anak-anak Tuhan, hitam
ataupun putih, Yahudi ataupun kafir, Protestan dan katolik, akan dapat saling
tolong menolong dan bernyanyi dengan
kata-kata spiritual lama dari orang
kulit hitam, “akhirnya kita Merdeka! Akhirnya kita Merdeka! Terimakasih Tuhan
yang Maha Perkasa, Kita akhirnya merdeka”.
manjur infonya
ReplyDeleteJELITA RELOAD
JELITA RELOAD
salam sejahtera untuk admin dan semuanya,....
ReplyDeletePermata Pulsa Murah
Permata Pulsa Murah
Ajib,... terima kasih. izin lapor kunjungan admin,...
ReplyDeleteNIKI RELOAD
NIKI RELOAD
infonya sangat bermanfaat .makasih ,keren deh PERMATA PULSA
ReplyDeletei want to is the best
ReplyDeletewww.rajapulsa.web.id
Wah... Pidato Martin Luther King Jr. sangat luar biasa! Dan saya rasa, Impiannya hampir Terwujud.
ReplyDeleteOutlook.com users who connect their Google accounts will be able to chat with users — or “friends stuck on Gmail,” as Microsoft cheekily puts it — from inside Microsoft’s online interface.
ReplyDeleteThe integration is rolling out over the next few days, according to Microsoft. Google Chat will be available alongside Skype and Facebook contacts for conversations inside the hotmail messaging pane along the right edge of the Outlook.com inbox.
I run a site similar to you 24 hour petrol station near me
ReplyDeleteIf you have time, could you visit my site please leave your comments after reading what.
I'm reading this fantastic educative article here due to your pleasant article; I wish to visit this blog again for more stuff. Thanks so much for sharing. uduth school of community health admission form closing date
ReplyDelete